MARA DAN ELIM

Baca: Keluaran 15:22-27

Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu. (Keluaran 15:27)


Bacaan tahunan: Ratapan 3-5

Keadaan tampak tidak menguntungkan bagi seorang Panglima Amerika Serikat saat Perang Dunia II. Pasukannya, yang mendarat di pantai Afrika Utara untuk melawan Jerman, menderita kekalahan. Ribuan prajurit tewas dan ratusan tank hilang. Misinya gagal total, namun ia sendiri tak patah semangat. Beberapa tahun kemudian, Sekutu menunjuk pria itu sebagai Panglima Tertinggi di ajang pertempuran Eropa. Dan, kurang dari 10 tahun setelah kegagalannya di Afrika Utara, ia terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Ia adalah Dwight D. Eisenhower. Apa yang akan terjadi seandainya ia terus berkubang dalam kegagalan masa lalu?

Musa memimpin bangsa Israel dari Laut Teberau menuju padang gurun Syur. Beberapa hari kemudian, mereka tiba di tempat bernama Mara, tapi tidak ada air di sana. Umat Allah mengeluh. Lalu Musa berseru kepada Allah. Allah bukan saja memberikan mukjizat, namun juga menyampaikan berbagai ketetapan dan peraturan. Sesudah itu, mereka terus berjalan dan sampai di Elim, tempat yang penuh dengan mata air dan makanan. Bisakah kita bayangkan andaikata orang Israel memilih menetap di Mara dan terus-menerus bersungut-sungut di sana? Selamanya mereka tidak akan pernah menikmati berkat-berkat Allah di Elim.

Yang menarik untuk dicatat, jarak antara Mara dengan Elim hanya beberapa kilometer saja, artinya tidak begitu jauh. Jarak antara kesulitan dan kebahagiaan pun sangat dekat. Tetapi akan menjadi jauh bila kita menyerah. Teruslah bergerak, jangan berhenti. Elim menanti kita. --Imelda Saputra /Renungan Harian


SESEORANG TIDAK AKAN BERAKHIR PADA SAAT IA DIHANCURKAN. IA AKAN BERAKHIR KALAU IA SENDIRI YANG BERHENTI. (PRESIDEN NIXON)


Recent Comments

Navigation

Change Language

Social Media