MENGKRITISI

Baca: Matius 7:1-5


Bacaan tahunan: Yeremia 1-3

Setiap hari kita berurusan dengan hal nilai-menilai. Kita terus memberi penilaian terhadap sesuatu atau seseorang. Tentu saja, hasilnya menentukan pilihan, keputusan, dan sikap kita. Salah menilai dapat berakibat kita salah mengambil keputusan dan salah bersikap pula. Tidak menilai? Tidak mungkin! Kita memang harus bergaul dengannya. Begitulah hidup ini. Yang menjadi persoalan ialah bagaimana prosesnya.

Dalam Injilnya (sejak pasal 5 hingga 7), Matius memuat paket khotbah Tuhan Yesus di atas bukit. Isinya mengenai bagaimana kerajaan surga itu hadir di bumi ini melalui doa dan praktik keseharian hidup murid-murid Yesus. Termasuk dalam hal menilai sesama. Larangan menghakimi bukan dimaksudkan agar kita berhenti menilai (ay. 1), melainkan terfokus pada patokan untuk menilai (ay. 2). Ukurannya harus yang objektif, artinya berlaku untuk semua-termasuk diri si penilai (ay. 3-4). Janganlah nilai buruk kita jatuhkan pada seseorang, sementara kita sendiri meleset dari standar yang berlaku untuk penilaian itu-hanya wujud tindakannya berbeda. Itu namanya kemunafikan (ay. 5).

Harus diakui, banyak penilaian sebenarnya berlandaskan patokan subjektif belaka. Sejatinya, jauh dalam hati, sekadar tidak suka. Sebabnya beragam: iri hati, sentimen agama, kebencian rasial, atau ikut-ikutan karena terhasut. Lalu manusia seenaknya menghakimi sesama, bahkan tak jarang dengan kejamnya. Sikap ini patut dihindari oleh setiap insan kristiani. Kita boleh bersikap kritis, namun sebelumnya kritislah terhadap diri sendiri-supaya standar yang kita pakai benar dan adil. --PAD/www.renunganharian.net


KEDEWASAAN IMAN KITA JUGA TERCERMIN DARI BAGAIMANA KITA MENILAI SESAMA.


Recent Comments

Navigation

Change Language

Social Media