MEMPERJUANGKAN HIDUP DAMAI

Baca: KIS. PR. RASUL 26:1-11


Bacaan tahunan: Yeremia 14-17

Pengakuan Paulus dalam Kis. 26:9-11 menguak fakta bahwa kehidupan beragama tak selalu tampil dengan wajah teduh yang merangkul dan mengayomi semua, tetapi kadang juga hadir dengan wajah intoleran yang ingin meminggirkan mereka yang berbeda. Dan, kita pun bertanya-tanya: mengapa bisa demikian? Memang demikiankah watak agama?

Sebelum menerima Kristus, Paulus pernah menghidupi sikap intoleran (ay. 9-11). Karena itu, ia tahu benar bahwa intoleransi bukanlah watak agama. Ia tahu benar bahwa persoalannya terletak pada pilihan sikap hidup yang diambil: orang akan intoleran jika ia memilih untuk intoleran, dan merangkul mendamaikan jika ia memilih untuk merangkul mendamaikan. Karena itu pula, Paulus berpesan, "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam damai dengan semua orang" (Rm. 12:18).

Kita dinasihati untuk memilih sikap hidup yang menumbuhkan damai. Ada catatan penting, frasa "sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu" diterjemahkan dari―ei dunaton to eks humun (Gerika) yang juga berarti―dengan segenap kekuatanmu. Artinya, sikap hidup yang menumbuhkan damai itu tak boleh dijalani sambil lalu. Ia harus diperjuangkan dengan segenap kesungguhan. Ei dunaton to eks humun. Dengan segenap kekuatanmu.

Kita percaya bahwa intoleransi bukan watak agama mana pun. Sebab itu, memilih dan menghidupi sikap yang menumbuhsuburkan damai dengan semua orang dan memperjuangkannya dengan segenap daya adalah hal sangat penting yang tak boleh ditawar.
-EE/www.renunganharian.net


"BERBAHAGIALAH ORANG YANG MEMBAWA DAMAI, KARENA MEREKA AKAN DISEBUT ANAK-ANAK ALLAH."-Matius 5:9


Recent Comments

Navigation

Change Language

Social Media