LANGIT MALAM NAN GULITA

Baca: LUKAS 15:11-20


Bacaan tahunan: Lukas 1

Pada akhir 2019, pemerintah Selandia Baru mengumumkan program untuk menjadi negara pertama di dunia yang memiliki langit malam yang gelap gulita. Negeri itu menyadari bahwa langit malam gelap gulita, yang bebas dari polusi cahaya (hingga orang bisa mengamati langit-untuk tujuan ilmiah, turisme, dll.-dengan kejernihan maksimal) adalah harta yang tak ternilai harganya (www.bbc.com/indonesia/vert-tra-60285117).

Dulu, sebelum jaringan listrik masuk, malam hari di desa saya selalu gelap gulita. Tiap kemarau, saat langit malam tanpa bulan bersih tak berawan, saya suka berbaring di rerumputan di tepi sawah menatap langit malam nan gulita. Taburan bintang tampak begitu jelas justru karena kegelapan malam. Kala itu, saya melakukannya sekadar untuk perintang waktu. Namun, sejak membaca artikel BBC di atas, langit malam gelap gulita-yang dulu saya anggap biasa saja-saya sadari sebagai hal yang tak hanya indah, tetapi keajaiban besar, nikmat Ilahi yang luar biasa, tiada tara.

Pengalaman itu mengingatkan saya pada kisah si Bungsu. Selama tinggal di rumah bapanya, si Bungsu meremehkan semua yang ada di sana. Baru kemudian, dalam penderitaan di rantau, "Ia menyadari keadaannya" (ay. 17a), menyadari betapa indah dan berharga semua yang ia terima di rumah bapanya.

Bukankah kisah saya mirip kisah si Bungsu? Seperti si Bungsu, saya lupa bahwa kebahagiaan datang bukan terutama karena mendapatkan sesuatu yang saya belum punya, melainkan karena menyadari dan menghargai tiap anugerah yang sesungguhnya sudah ada pada saya.
-EE/www.renunganharian.net


KUNCI KEBAHAGIAAN ADALAH MENYADARI DAN MENGAPRESIASI TIAP ANUGERAH YANG SESUNGGUHNYA TELAH ADA PADA KITA


Recent Comments

Navigation

Change Language

Social Media